Beasiswa itu adalah anugrah ilahi, mendapatkan beasiswa sama dengan mendapatkan jodoh. Tidak bisa diprediksi apakah kita memenuhi persyaratan untuk lolos atau tidak, karena pengalaman selama ini semua persyaratan lengkap, tapi alhamdulilah belum lolos, hampir 6 tahun kami berjuang untuk bisa menndapatkan beasiswa keluar negeri....
mencari-cari, melengkapi persyaratan, mengirim aplikasi, proses menunggu pengumuman, tidak lolos, kirim lagi,wawancara, tidak lolos lagi, kirim lagi, wawancara lagi, kirim lagi, tidak lolos, kirim lagi.... sampai pada titik jenuh akan perjuangan ini... ada kalanya semangat itu turun dan susah untuk naik lagi, menerima kalau mungkin kuliah diluar negeri bukan merupakan yang terbaik bagi kami, setahun pun kami habiskan untuk menenangkan diri mencoba untuk menyusun rencana B yaitu melanjutkan s3 barengan di dalam negeri, bukannya tidak mau sekolah di dalam negeri ceritanya adalah cita-cita suami dari kecil ingin merasakan sekolah di negeri luar sehingga keinginan itu masih membara di sanubari beliau (halah halah istilahnya cakep bener..). Dan saya sebagai istri yang baik (tuing tuing muji sendiri..) akan selalu mendukung dan membantu beliau...
Tahun 2014 setelah melahirkan azzam adalah masa untuk menenangkan diri tanpa mengirim aplikasi beasiswa s3. Masih terasa lelahnya mempersiapkan dokumen untuk mengikuti beasiswa AAS di tahun 2013 dan dalam keadaan hamil 7 bulan berangkat ke Jakarta untuk mengikuti interview, jarak antara interview dan IELTS test 14 hari, jadilah kami izin dari kampus selama hampir 20 hari untuk menetap sementara di Jakarta, karena dokter tidak merekomendasikan aku bolak balik dengan pesawat daripada beresiko akhirnya kami memilih menunggu sampai berakhirnya tes.
Kami pun mengucapkan Bismillahhirohmanirrohim, tahun 2015 perjuangan kembali dimulai, di hati terngiang kalimat kalau pejuang beasiswa itu mereka tidak akan berhenti sampai betul-betul berada di sekolah yang mereka cita-citakan.... Suami mengirim aplikasi beasiswa NFP untuk master of science di environmental science IHE Unesco intake Agustus 2016, beliau mengangkat isu tentang Sungai Batanghari.
Pada tulisan sebelumnya sang suami mengikuti kelas bahasa inggris yang diselenggarakan oleh Dikti di UGM Jogja (silahkan dibaca:bagaimana situasi kami yang harus berpisah selama 3 bulan), saat mengikuti program tersebut suami mendapatkan email dari University of Reading UK, yang mengatakan bahwa ada dosen yang tertarik dengan outline proposal yang akan dilakukan untuk S3 beliau, maka terjadilah wawancara via Skype dengan calon Supervisor yang intinya beliau sangat tertarik dan inshaA mencoba mencarikan dana untuk riset tersebut, dengan catatan biaya untuk S3nya harus suami cari sendiri... lega, tentu belum karena hal yang terpenting bagi seorang dosen PNS adalah dana untuk melanjutkan sekolah karena untuk bisa sekolah S3 dengan biaya sendiri sangatlah berat bagi kami apalagi S3 nya di UK.
Tawaran dari UoR (singkatan University of Reading) diambil oleh suami beliaupun berjuang untuk mendapatkan LoA unconditional sebagai syarat mendapatkan beasiswa DIKTI, suami harus dua kali ikut IELTS test untuk memenuhi syarat nilai masuk Uni, overallnya cukup tapi masing-masing band kurang, hal ini membuat otak dan dompet mengap-mengap heeee... nasib jauh dari ibukota negara jadi selain dana testnya kami juga harus mengeluarkan biaya perjalanan dan akomodasi (jadi kalau datang kerumah kami yang ada hanya satu set kursi yang dibeli terpaksa alias kasian orang tua dan mertua kalau datang kerumah masa selonjoran, pegel... pengen juga duduk dikursi), uang yang kami dapatkan dari sisa-sisa gaji dan honor kami tabung untuk persiapan hal-hal berbau akademis jadi aku meminimalisir bahkan untuk jalan-jalan bareng sohib shopping shopping, duduk di resto atau hal-hal enak yang biasa dilakukan oleh para perempuan, yang ada aku berusaha untuk menabung sedikit demi sedikit uang yang kami dapat untuk persiapan sekolahnya suami, sering kali sang suami memarahi aku untuk menikmati uang yang ada beli keperluanku (baju, sepatu, tas atau kosmetik) mungkin karena kasian ya hahahaha makasih pak suami... dan alhamdulilah tabungan sangat membantu kami untuk bisa sampai di Reading UK.
LoA unconditional UoR sudah ditangan dan aplikasi beasiswapun diisi, LPDP menjadi tujuannya, namun list UoR tidak ada di LPDP padahal UoR termasuk kampus top juga di UK namun suami tetap mengirimkan dan alhamdulilah dipanggil wawancara, dan Jakartapun menjadi pilihan untuk tempat wawancara. Alhamdulilah pengumuman keluar dan tidak lolos lagi, kecewa...hanya sedikit karena kekecewaan sudah berganti dengan optimis dan yakin Allah SWT punya rencana yang lebih baik dari ini... sambil menunggu pengumuman aplikasi beasiswa s3 lainnya, suami mendapat email dari IHE-UNESCO bahwa beliau diterima di master program beasiswa NFP...
Alhamdulilah ini salah satu cita-cita kami bisa menginjakkan kaki di Delft kota kecil di Belanda tempat IHE-UNESCO berdiri, rencanapun dimulai proses keberangkatan sudah mulai dipersiapkan, sudah menghubungi PPI_Delft, dan sudah kontak dengan salah satu mahasiswa yang membawa keluarga untuk diskusi masalah tempat tinggal dan living cost.
Tidak beberapa lama pengumuman beasiswa program BUDI LN_LPDP keluar dan alhamdulilah lagi nama suami ada untuk panggilan wawancara, Batam dipilih sebagai tempat wawancara dan alhamdulilah beliaupun lulus tahap calon penerima beasiswa.
Galau dan bingung mau ambil yang mana, maunya dua-duanya, pengennya langsung ke dua tempat tersebut, tapi apa daya badan hanya satu dan harus memilih satu diantara keduanya... dengan deg-degan suami mengirim email pengunduran diri ke IHE-UNESCO, dan alhamdulilah lagi mereka bersimpati dengan keadaan suami, kami sedikit takut karena proses keberangkatan sudah dipersiapkan dokumen-dokumen sudah dikirim, asuransi sudah diemailkan, dan tiket akan segera dikirimkan, Allah SWT semua yang mengatur, prosesnya berjalan dengan lancar...
Sulit sekali untuk memilih antara NFP dengan BUDI LPDP, ada beberapa kelebihan dan kekurangan diantara keduanya, NFP tidak menanggung biaya keluarga tapi imigrasi Belanda lebih simpel dibanding imigrasi UK, BUDI LPDP menanggung biaya keluarga dan program yang diikuti S3 namun untuk menuju UK dengan membawa anggota keluarga banyak hal yang harus dipersiapkan terutama dana, peraturan imigrasi UK juga sedikit ribet dibanding Belanda.
Berdiskusi dengan mahasiswa yang sudah tinggal di Delft, mereka mengatakan bahwa dengan living cost yang diterima suami sudah bisa menghidupi kami sekeluarga, biaya hidup disana cukup murah dan juga anak yang sekolah nantinya akan mendapat tunjangan sekolah selain gratis juga mendapat uang saku. Berdiskusi lagi dengan teman di UK banyak kelebihan sekolah di UK anak-anak jadi pasih berbahasa inggris dan sekolah gratis. Tapi daerah tempat suami akan kuliah biaya sewa rumah sangat mahal hampir sama dengan biaya sewa di daerah London yaitu berkisar 900-1200 GBP, mahal sekali bisa menyewa 3 rumah di daerah lain.
Banyak pertimbangan, tentu saja pilihan yang diambil tidak mudah, Delft merupakan salah satu kota impian kami, UK bukan merupakan negara tujuan untuk kami sekolah. Manusia berencana dan Allah SWT yang memutuskan mana yang terbaik bagi umatnya.
Setelah istikharoh dan diskusi dengan kolega serta keluarga kami mantap untuk ke UK.. (proses menuju UK akan saya tulis terpisah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar